Peristiwa-peristiwa yang Terjadi Baik di Dalam Maupun Luar Negeri Menjelang
Proklamasi
1.
Kaitan Tersiarnya Berita Kekalahan Jepang dan Kegiatan Para Pejuang di
Jakarta.
Sampai akhir tahun 1944 kedudukan Jepang dalam Perang
Asia Pasifik sudah sangat terdesak. Di beberapa tempat tentara Jepang menderita
kekalahan dari pasukan Sekutu. Keadaan menjadi lebih parah lagi setelah pasukan
Sekutu di bawah komando Amerika Serikat berhasil melakukan pengeboman terhadap
kota Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Akibat
pengeboman itu, Jepang mengalami kehancuran total. Oleh karena itu, Jepang
terpaksa menyerah pada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Kekalahan dari
Sekutu belum diumumkan secara resmi dan masih dirahasiakan oleh Jepang. Namun,
sebagian pemimpin Indonesia terutama para pemimpin pemuda sudah mendengar
melalui siaran radio luar negeri. Mendengar berita itu, mereka sangat gembira
dan lebih bersemangat lagi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Setelah mengetahui bahwa Jepang menyerah pada Sekutu,
para pemuda segera menemui Bung Karno dan Bung Hatta di Jalan Pegangsaan Timur
56, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Sutan Syahrir sebagai juru bicara para pemuda
meminta agar Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
pada saat itu juga, lepas dari campur tangan Jepang. Bung Karno tidak
menyetujui usul para pemuda karena proklamasi kemerdekaan itu perlu dibicarakan
dahulu dalam rapat PPKI. Alasannya, badan inilah yang bertugas mempersiapkan
Kemerdekaan Indonesia. Para pemuda menolak pendapat Bung Karno. Para pemuda
berpendapat bahwa menyatakan kemerdekaan melalui PPKI tentu akan dicap oleh
sekutu hanyalah pemberian Jepang. Para pemuda tidak menginginkan kemerdekaan
Indonesia dianggap sebagai hadiah Jepang. Bung Karno berpendapat lain bahwa
soal kemerdekaan Indonesia datangnya dari Pemerintah Jepang atau hasil
perjuangan Bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal karena Jepang sudah
kalah perang.
Masalah yang lebih penting adalah menghadapi Sekutu yang
berusaha mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Oleh karena itu,
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang
terorganisasi. Atas dasar itulah Bung Karno menolak usul para pemuda. Dengan
demikian, usaha pertama yang dilakukan oleh para pemuda dengan juru bicara
Sutan Syahrir untuk membujuk Ir.Soekarno mengalami kegagalan.
Para pemuda karena belum berhasil membujuk Bung Karno,
pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB kembali mengadakan rapat di
Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur dengan dipimpin oleh Chairul
Saleh. Keputusan rapat mengajukan tuntutan yang radikal dari golongan pemuda.
Tuntutan tersebut antara lain menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak
dan persoalan rakyat Indonesia sendiri yang tidak dapat digantungkan pada
bangsa lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang
harus diputuskan. Sebaliknya, diharapkan diadakan suatu perundingan dengan
Ir.Soekarno dan Drs.Moh.Hatta agar turut menyatakan proklamasi.
Hasil keputusan rapat para pemuda di Lembaga Bakteriologi
disampaikan kepada Bung Karno pada hari itu juga oleh Darwis dan Wikana. Para
pemuda menghendaki agar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh Bung
Karno pada keesokan harinya tanggal 16 Agustus 1945. Para pemuda berusaha
memaksa Bung Karno sehingga membuatnya marah. Bung Karno sebagai ketua PPKI
tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya sehingga bersikeras ingin membicarakan
terlebih dahulu dengan anggota PPKI lainnya. Suasana tegang antara pemuda yang
diwakili Darwis dan Wikana dengan Bung Karno yang juga disaksikan oleh tokoh
nasionalis golongan tua, seperti Drs.Moh.Hatta, Mr.Iwa Kusumasumantri, dan
Mr.Ahmad Subarjo. Para tokoh nasionalis golongan tua tersebut menghendaki rapat
PPKI terlebih dahulu, sedangkan golongan pemuda bersikeras menyatakan bahwa
proklamasi harus dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 1945 lepas dari PPKI.
Karena perbedaan pendapat tersebut, para pemuda akhirnya melakukan pengamanan
terhadap Bung Karno dan Bung Hatta dan membawanya ke Rengasdengklok, Kabupaten
Karawang (Jabar).
2.
Peristiwa Rengasdengklok
Usaha para pemuda
yang diwakili oleh Darwis dan Wikana gagal
untuk mendesak Bung Karno agar melaksanakan proklamasi
lepas dari rencana Jepang. Soekarno-Hatta masih ingin membicarakan proklamasi
kemerdekaan di dalam rapat PPKI yang telah ditentukan pada tanggal 18 Agustus
1945. Namun para pemuda tidak mau menyerah dan terus mendesak Bung Karno. Pada
tanggal 15 Agustus 1945 malam hari sampai menjelang dini hari tanggal 16
Agustus 1945 para pemuda mengadakan rapat lagi di Asrama Baperpi, di Jalan
Cikini 71, Jakarta. Rapat tersebut dihadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto,
Dr.Muwardi, Syudanco Singgih, Chairil Saleh dan para pemuda yang sebelumnya
hadir dalam rapat di Lembaga Mikrobiologi. Rapat itu memutuskan bahwa Bung
Karno dan Bung Hatta harus dibawa keluar dari Jakarta agar tidak terpengaruh
Jepang. Tugas itu dilaksanakan oleh Syudanco Singgih. Pada tanggal 16 Agustus
pukul 14.00 WIB, Bung Hatta dan Bung Karno beserta Ibu Fatmawati dan Guntur
Soekarno Putra dibawa ke Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di Pantai Utara
Kabupaten Karawang tempat kedudukan cudan (kompi) tentara Peta.
Di Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta ditempatkan
di asrama tentara Peta, markas kompi pimpinan Cudanco Subeno. Di Rengasdengklok
tersebut terjadi lagi dialog seru antara pemuda yang diwakili Sukarni dan Bung
Karno. Walaupun Sukarni terus mendesak agar Kemerdekaan Indonesia segera
diproklamasikan, Bung Karno tetap pada pendiriannya, Bung Karno tidak mau
melangkah sendiri sebelum membicarakannya dalam rapat PPKI.
Pada sore
harinya, Mr.Ahmad Subarjo dan Mbah Sudiro dan tokoh golongan tua menyusul ke
Rengasdengklok dan mendesak para pemuda agar membawa Sukarno-Hatta kembali ke
Jakarta. Ahmad Subarjo memberi jaminan bahwa besok pagi selambat-lambatnya pukul
12.00 WIB, Soekarno-Hatta tentu sudah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah mendengar keterangan tersebut, Cudanco Subeno komandan kompi tentara
PETA di Rengasdengklok bersedia melepaskan Sukarno-Hatta yang pada malam hari
itu juga kembali ke Jakarta. Untuk mengenang peristiwa yang bersejarah itu, di
Rengasdengklok kini didirikan sebuah monumen.
Peristiwa-peristiwa yang Terjadi Baik di Dalam Maupun Luar Negeri Menjelang
Proklamasi
1.
Kaitan Tersiarnya Berita Kekalahan Jepang dan Kegiatan Para Pejuang di
Jakarta.
Sampai akhir tahun 1944 kedudukan Jepang dalam Perang
Asia Pasifik sudah sangat terdesak. Di beberapa tempat tentara Jepang menderita
kekalahan dari pasukan Sekutu. Keadaan menjadi lebih parah lagi setelah pasukan
Sekutu di bawah komando Amerika Serikat berhasil melakukan pengeboman terhadap
kota Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Akibat
pengeboman itu, Jepang mengalami kehancuran total. Oleh karena itu, Jepang
terpaksa menyerah pada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Kekalahan dari
Sekutu belum diumumkan secara resmi dan masih dirahasiakan oleh Jepang. Namun,
sebagian pemimpin Indonesia terutama para pemimpin pemuda sudah mendengar
melalui siaran radio luar negeri. Mendengar berita itu, mereka sangat gembira
dan lebih bersemangat lagi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Setelah mengetahui bahwa Jepang menyerah pada Sekutu,
para pemuda segera menemui Bung Karno dan Bung Hatta di Jalan Pegangsaan Timur
56, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Sutan Syahrir sebagai juru bicara para pemuda
meminta agar Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
pada saat itu juga, lepas dari campur tangan Jepang. Bung Karno tidak
menyetujui usul para pemuda karena proklamasi kemerdekaan itu perlu dibicarakan
dahulu dalam rapat PPKI. Alasannya, badan inilah yang bertugas mempersiapkan
Kemerdekaan Indonesia. Para pemuda menolak pendapat Bung Karno. Para pemuda
berpendapat bahwa menyatakan kemerdekaan melalui PPKI tentu akan dicap oleh
sekutu hanyalah pemberian Jepang. Para pemuda tidak menginginkan kemerdekaan
Indonesia dianggap sebagai hadiah Jepang. Bung Karno berpendapat lain bahwa
soal kemerdekaan Indonesia datangnya dari Pemerintah Jepang atau hasil
perjuangan Bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal karena Jepang sudah
kalah perang.
Masalah yang lebih penting adalah menghadapi Sekutu yang
berusaha mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Oleh karena itu,
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang
terorganisasi. Atas dasar itulah Bung Karno menolak usul para pemuda. Dengan
demikian, usaha pertama yang dilakukan oleh para pemuda dengan juru bicara
Sutan Syahrir untuk membujuk Ir.Soekarno mengalami kegagalan.
Para pemuda karena belum berhasil membujuk Bung Karno,
pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB kembali mengadakan rapat di
Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur dengan dipimpin oleh Chairul
Saleh. Keputusan rapat mengajukan tuntutan yang radikal dari golongan pemuda.
Tuntutan tersebut antara lain menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak
dan persoalan rakyat Indonesia sendiri yang tidak dapat digantungkan pada
bangsa lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang
harus diputuskan. Sebaliknya, diharapkan diadakan suatu perundingan dengan
Ir.Soekarno dan Drs.Moh.Hatta agar turut menyatakan proklamasi.
Hasil keputusan rapat para pemuda di Lembaga Bakteriologi
disampaikan kepada Bung Karno pada hari itu juga oleh Darwis dan Wikana. Para
pemuda menghendaki agar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh Bung
Karno pada keesokan harinya tanggal 16 Agustus 1945. Para pemuda berusaha
memaksa Bung Karno sehingga membuatnya marah. Bung Karno sebagai ketua PPKI
tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya sehingga bersikeras ingin membicarakan
terlebih dahulu dengan anggota PPKI lainnya. Suasana tegang antara pemuda yang
diwakili Darwis dan Wikana dengan Bung Karno yang juga disaksikan oleh tokoh
nasionalis golongan tua, seperti Drs.Moh.Hatta, Mr.Iwa Kusumasumantri, dan
Mr.Ahmad Subarjo. Para tokoh nasionalis golongan tua tersebut menghendaki rapat
PPKI terlebih dahulu, sedangkan golongan pemuda bersikeras menyatakan bahwa
proklamasi harus dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 1945 lepas dari PPKI.
Karena perbedaan pendapat tersebut, para pemuda akhirnya melakukan pengamanan
terhadap Bung Karno dan Bung Hatta dan membawanya ke Rengasdengklok, Kabupaten
Karawang (Jabar).
2.
Peristiwa Rengasdengklok
Usaha para pemuda
yang diwakili oleh Darwis dan Wikana gagal
untuk mendesak Bung Karno agar melaksanakan proklamasi
lepas dari rencana Jepang. Soekarno-Hatta masih ingin membicarakan proklamasi
kemerdekaan di dalam rapat PPKI yang telah ditentukan pada tanggal 18 Agustus
1945. Namun para pemuda tidak mau menyerah dan terus mendesak Bung Karno. Pada
tanggal 15 Agustus 1945 malam hari sampai menjelang dini hari tanggal 16
Agustus 1945 para pemuda mengadakan rapat lagi di Asrama Baperpi, di Jalan
Cikini 71, Jakarta. Rapat tersebut dihadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto,
Dr.Muwardi, Syudanco Singgih, Chairil Saleh dan para pemuda yang sebelumnya
hadir dalam rapat di Lembaga Mikrobiologi. Rapat itu memutuskan bahwa Bung
Karno dan Bung Hatta harus dibawa keluar dari Jakarta agar tidak terpengaruh
Jepang. Tugas itu dilaksanakan oleh Syudanco Singgih. Pada tanggal 16 Agustus
pukul 14.00 WIB, Bung Hatta dan Bung Karno beserta Ibu Fatmawati dan Guntur
Soekarno Putra dibawa ke Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di Pantai Utara
Kabupaten Karawang tempat kedudukan cudan (kompi) tentara Peta.
Di Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta ditempatkan
di asrama tentara Peta, markas kompi pimpinan Cudanco Subeno. Di Rengasdengklok
tersebut terjadi lagi dialog seru antara pemuda yang diwakili Sukarni dan Bung
Karno. Walaupun Sukarni terus mendesak agar Kemerdekaan Indonesia segera
diproklamasikan, Bung Karno tetap pada pendiriannya, Bung Karno tidak mau
melangkah sendiri sebelum membicarakannya dalam rapat PPKI.
Pada sore
harinya, Mr.Ahmad Subarjo dan Mbah Sudiro dan tokoh golongan tua menyusul ke
Rengasdengklok dan mendesak para pemuda agar membawa Sukarno-Hatta kembali ke
Jakarta. Ahmad Subarjo memberi jaminan bahwa besok pagi selambat-lambatnya pukul
12.00 WIB, Soekarno-Hatta tentu sudah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah mendengar keterangan tersebut, Cudanco Subeno komandan kompi tentara
PETA di Rengasdengklok bersedia melepaskan Sukarno-Hatta yang pada malam hari
itu juga kembali ke Jakarta. Untuk mengenang peristiwa yang bersejarah itu, di
Rengasdengklok kini didirikan sebuah monumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar