Fenomena Jual Beli Kredit
Jual beli kredit datang menyeruak di
antara berbagai sistem bisnis yang ada. Sistem ini diminati banyak kalangan.
Terlebih kalangan menengah ke bawah, kadang-kadang mereka terdesak untuk
membeli barang tertentu yang tidak bisa dibeli dengan kontan, maka kredit
adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
Namun, melihat beberapa fenomena yang
ada, jual beli kredit perlu ditilik kembali hukumnya, halal ataukah haram ?
Karena, bagi seorang muslim status
“halal” merupakan suatu yang mutlak, tidak ada tawar-menawar lagi. Oleh karena
itu, dalam kesempatan kali ini, saya akan membahas ini lebih dalam. Semoga
bermanfaat
Pengertian
Jual Beli Kredit
Kredit dalam bahasa Arab disebut
dengan Taqsit yang artinya bagian, jatah, atau membagi-bagi. Adapun
secara istilah artinya adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda,
dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah tertentu dalam beberapa waktu
secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.
Hukum
Jual Beli Kredit Dengan Tambahan Harga
Masalah ini tergolong di antara
sekian banyak masalah fiqih yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian
ulama mengharamkannya secara tegas, sedang sebagian lagi menghalalkannya.
Masing-masing pemilik pendapat tersebut memiliki dalil dan argumentasi yang
kuat. Akan tetapi, Wallahu a’lam bish shawab, yang lebih mendekati kebenaran
adalah pendapat yang membolehkannya, dengan alasan sebagai berikut :
1.
Hukum asal jual beli adalah boleh, sampai datang dalil yang
mengharamkannya.
2.
Diperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda, sebagaimana dalam surat
Al-Baqarah (2) ; 282.
3.
Dibolehkan memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau
karena pencicilan sebagaimana dalam jual beli salam (lihat HR.Bukhari : 2241
dan Muslim : 1604).
4.
Jual beli kredit dikiaskan (dianalogikan) perbolehannya dengan jual beli
salam.
5.
Dalil maslahat. Syaikh Bin Baz di sela-sela jawaban beliau mengenai jual
beli kredit berkata, “Karena seorang pedagang yang menjual barangnya secara
berjangka pembayarannya setuju dengan cara tersebut sebab ia akan mendapatkan
tambahan harga dengan penundaan tersebut. Sementara itu, pembeli senang karena
pembayarannya diperlambat dan karena ia tidak mampu untuk membayar kontan,
sehingga keduanya mendapatkan keuntungan.”(Ahkamul Bai’ hlm. 58, Syaikh
Jarullah)
Catatan penting!!! Perbolehan tersebut adalah hukum umum
dalam masalah kredit dengan tambahan harga. Adapun permasalahan kredit yang
berkembang saat ini, maka perlu penelusuran lebih dalam tentang badan-badan
tersebut. Sebagian besar bahkan rata-rata banyak mengandung unsur riba dan
kezaliman semisal jika terlambat membayarnya akan dikenakan denda. Model kredit
semacam ini, atau yang semisalnya, adalah haram karena mengandung unsur riba.
Wallahu a’lam.
Hal Ihwal Jual Beli Kredit
1.
Jual beli kredit harus dengan barang dan harga yang jelas serta waktu
pembayaran yang jelas (lihat HR.Bukhari: 224 dan Muslim:1604)
2.
Bila si pembeli tidak bisa melunasi?
Fenomena yang kita lihat pada praktik jual
beli kredit yang ada di negeri kita, bila pembeli (secara kredit) yang tidak
melunasi cicilannya maka barang yang sudah dibelinya diambil kembali oleh
penjual tanpa ada ganti rugi kepada pihak pembeli atau waktu pembayarannya
diperpanjang dari ketentuan (jatuh tempo) yang disepakati sebelumnya namun ditambah
harga barang. Apakah kedua hukum ini diperbolehkan ataukah tidak?
Untuk yang pertama, yaitu mengambil kembali
barang tersebut oleh penjual, maka ini adalah kezaliman. Yang bisa (dibolehkan
syariat) dilakukan adalah menjual sebagian harta pembeli untuk melunasi
hutangnya tersebut, sebagaimana hukum yang ada dalam masalah pegadaian.
Untuk masalah kedua, yaitu menunda waktu
pembayaran namun ditambah harga. Ini juga tidak boleh karena inilah riba
jahiliah. Yang bisa dilakukan adalah diadukan ke pengadilan atau mencegahnya
untuk mengoperasikan hartanya.
3.
Untuk barang-barang ribawi, maka butuh syarat-syarat yang lebih spesifik
untuk bisa diperjualbelikan secara kredit.
Adab Dalam Jual Beli Kredit
A.
Penjual tidak memanfaatkan kebutuhan masyarakat terhadap kredit dan
jenisnya dengan melipatgandakan keuntungan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
berkata, “Jangan mengambil keuntungan dari pembeli yang lugu (yang tidak pintar
tawar-menawar) lebih banyak dari pembeli lainnya, demikian juga orang yang
kepepet yang hanya mendapatkan kebutuhannya pada diri penjual tersebut. Si
penjual tidak boleh mengambil keuntungan lebih banyak daripada biasanya.
Hendaknya dia mengambil harga standar yang bukan merupakan harga buatannya
sendiri”
B.
Hendaknya penjual bisa memahami keadaan pengkredit (pembeli dengan sistem
kredit). Terkadang si pengkredit membeli barang tersebut dengan terpaksa. Ia
sangat membutuhkan barang tersebut padahal tidak memiliki uang tunai untuk
membelinya secara kontan. Maka dalam kondisi ini penjual harus bisa memahaminya.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menangguhkan hutang kepada orang yang
kesulitan membayarnya, atau membebaskan hutang tersebut, pasti akan diberikan
naungan oleh Allah di bawah naungan-Nya kelak”(HR.Muslim:3014)
C.
Hendaknya pembeli tidak melakukan pembelian secara kredit kecuali bila
terdesak atau sangat membutuhkannya. Karena hukum orang yang membeli secara
kredit adalah hukum orang yang berhutang, yang seharusnya tidak bermudah-mudah
melakukannya. Apabila ia harus melakukannya maka hendaklah ia bertekad untuk
melunasinya karena Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membawa harta orang
lain (berhutang) lalu dia bertekad untuk membayarnya maka Allah akan memudahkan
pembayarannya, namun barangsiapa yang melakukannya untuk menghanguskannya (tidak
membayarnya) maka Allah akan menghanguskannya “(HR.Bukhari: 2387) Beliau juga
bersabda, “Siapa saja yang berhutang dengan niat tidak mau melunasinya, maka
dia bertemu Allah sebagai pencuri”(Shahih Ibnu Majah: 2410)
D.
Mencatat kredit dan mendatangkan saksi, sebagaimana dalam surah Al Baqarah
(2): 282
E.
Melunasi angsuran kredit dengan baik serta tidak mengulur-ulurnya.
Rasulullah bersabda, “Orang yang terbaik adalah yang terbaik cara melunasi
hutangnya.”(HR.Bukhari: 2305)
Kesimpulan
a.
Hukum kredit dengan tambahan harga diperselisihkan oleh para ulama, namun
yang rajin (kuat) menurut kami Wallahu a’lam adalah dibolehkan dengan
argumentasi yang telah disebutkan di atas. Namun, seorang muslim hendaknya
tidak bermudah-mudah melakukannya karena pada hakikatnya ia (pembeli secara
kredit) sedang berhutang.
b.
Adapun jikalau dalam jual beli kredit tersebut terdapat unsur riba dan
kezaliman maka hukumnya berubah menjadi haram, sebagaimana terjadi di berbagai
badan perkreditan di negeri ini.
c.
Jika telanjur melakukan jual beli kredit yang terdapat unsur riba atau
kezaliman maka hendaknya cepat-cepat ditutup dan dilunasi walaupun harus
berhutang. Jika tidak mungkin maka selesaikan cicilan tersebut, setelah itu
bertaubatlah kepada Allah dan perbanyaklah amal shalih.
Fenomena Jual Beli Kredit
Jual beli kredit datang menyeruak di
antara berbagai sistem bisnis yang ada. Sistem ini diminati banyak kalangan.
Terlebih kalangan menengah ke bawah, kadang-kadang mereka terdesak untuk
membeli barang tertentu yang tidak bisa dibeli dengan kontan, maka kredit
adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
Namun, melihat beberapa fenomena yang
ada, jual beli kredit perlu ditilik kembali hukumnya, halal ataukah haram ?
Karena, bagi seorang muslim status
“halal” merupakan suatu yang mutlak, tidak ada tawar-menawar lagi. Oleh karena
itu, dalam kesempatan kali ini, saya akan membahas ini lebih dalam. Semoga
bermanfaat
Pengertian
Jual Beli Kredit
Kredit dalam bahasa Arab disebut
dengan Taqsit yang artinya bagian, jatah, atau membagi-bagi. Adapun
secara istilah artinya adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda,
dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah tertentu dalam beberapa waktu
secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.
Hukum
Jual Beli Kredit Dengan Tambahan Harga
Masalah ini tergolong di antara
sekian banyak masalah fiqih yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian
ulama mengharamkannya secara tegas, sedang sebagian lagi menghalalkannya.
Masing-masing pemilik pendapat tersebut memiliki dalil dan argumentasi yang
kuat. Akan tetapi, Wallahu a’lam bish shawab, yang lebih mendekati kebenaran
adalah pendapat yang membolehkannya, dengan alasan sebagai berikut :
1.
Hukum asal jual beli adalah boleh, sampai datang dalil yang
mengharamkannya.
2.
Diperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda, sebagaimana dalam surat
Al-Baqarah (2) ; 282.
3.
Dibolehkan memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau
karena pencicilan sebagaimana dalam jual beli salam (lihat HR.Bukhari : 2241
dan Muslim : 1604).
4.
Jual beli kredit dikiaskan (dianalogikan) perbolehannya dengan jual beli
salam.
5.
Dalil maslahat. Syaikh Bin Baz di sela-sela jawaban beliau mengenai jual
beli kredit berkata, “Karena seorang pedagang yang menjual barangnya secara
berjangka pembayarannya setuju dengan cara tersebut sebab ia akan mendapatkan
tambahan harga dengan penundaan tersebut. Sementara itu, pembeli senang karena
pembayarannya diperlambat dan karena ia tidak mampu untuk membayar kontan,
sehingga keduanya mendapatkan keuntungan.”(Ahkamul Bai’ hlm. 58, Syaikh
Jarullah)
Catatan penting!!! Perbolehan tersebut adalah hukum umum
dalam masalah kredit dengan tambahan harga. Adapun permasalahan kredit yang
berkembang saat ini, maka perlu penelusuran lebih dalam tentang badan-badan
tersebut. Sebagian besar bahkan rata-rata banyak mengandung unsur riba dan
kezaliman semisal jika terlambat membayarnya akan dikenakan denda. Model kredit
semacam ini, atau yang semisalnya, adalah haram karena mengandung unsur riba.
Wallahu a’lam.
Hal Ihwal Jual Beli Kredit
1.
Jual beli kredit harus dengan barang dan harga yang jelas serta waktu
pembayaran yang jelas (lihat HR.Bukhari: 224 dan Muslim:1604)
2.
Bila si pembeli tidak bisa melunasi?
Fenomena yang kita lihat pada praktik jual
beli kredit yang ada di negeri kita, bila pembeli (secara kredit) yang tidak
melunasi cicilannya maka barang yang sudah dibelinya diambil kembali oleh
penjual tanpa ada ganti rugi kepada pihak pembeli atau waktu pembayarannya
diperpanjang dari ketentuan (jatuh tempo) yang disepakati sebelumnya namun ditambah
harga barang. Apakah kedua hukum ini diperbolehkan ataukah tidak?
Untuk yang pertama, yaitu mengambil kembali
barang tersebut oleh penjual, maka ini adalah kezaliman. Yang bisa (dibolehkan
syariat) dilakukan adalah menjual sebagian harta pembeli untuk melunasi
hutangnya tersebut, sebagaimana hukum yang ada dalam masalah pegadaian.
Untuk masalah kedua, yaitu menunda waktu
pembayaran namun ditambah harga. Ini juga tidak boleh karena inilah riba
jahiliah. Yang bisa dilakukan adalah diadukan ke pengadilan atau mencegahnya
untuk mengoperasikan hartanya.
3.
Untuk barang-barang ribawi, maka butuh syarat-syarat yang lebih spesifik
untuk bisa diperjualbelikan secara kredit.
Adab Dalam Jual Beli Kredit
A.
Penjual tidak memanfaatkan kebutuhan masyarakat terhadap kredit dan
jenisnya dengan melipatgandakan keuntungan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
berkata, “Jangan mengambil keuntungan dari pembeli yang lugu (yang tidak pintar
tawar-menawar) lebih banyak dari pembeli lainnya, demikian juga orang yang
kepepet yang hanya mendapatkan kebutuhannya pada diri penjual tersebut. Si
penjual tidak boleh mengambil keuntungan lebih banyak daripada biasanya.
Hendaknya dia mengambil harga standar yang bukan merupakan harga buatannya
sendiri”
B.
Hendaknya penjual bisa memahami keadaan pengkredit (pembeli dengan sistem
kredit). Terkadang si pengkredit membeli barang tersebut dengan terpaksa. Ia
sangat membutuhkan barang tersebut padahal tidak memiliki uang tunai untuk
membelinya secara kontan. Maka dalam kondisi ini penjual harus bisa memahaminya.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menangguhkan hutang kepada orang yang
kesulitan membayarnya, atau membebaskan hutang tersebut, pasti akan diberikan
naungan oleh Allah di bawah naungan-Nya kelak”(HR.Muslim:3014)
C.
Hendaknya pembeli tidak melakukan pembelian secara kredit kecuali bila
terdesak atau sangat membutuhkannya. Karena hukum orang yang membeli secara
kredit adalah hukum orang yang berhutang, yang seharusnya tidak bermudah-mudah
melakukannya. Apabila ia harus melakukannya maka hendaklah ia bertekad untuk
melunasinya karena Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membawa harta orang
lain (berhutang) lalu dia bertekad untuk membayarnya maka Allah akan memudahkan
pembayarannya, namun barangsiapa yang melakukannya untuk menghanguskannya (tidak
membayarnya) maka Allah akan menghanguskannya “(HR.Bukhari: 2387) Beliau juga
bersabda, “Siapa saja yang berhutang dengan niat tidak mau melunasinya, maka
dia bertemu Allah sebagai pencuri”(Shahih Ibnu Majah: 2410)
D.
Mencatat kredit dan mendatangkan saksi, sebagaimana dalam surah Al Baqarah
(2): 282
E.
Melunasi angsuran kredit dengan baik serta tidak mengulur-ulurnya.
Rasulullah bersabda, “Orang yang terbaik adalah yang terbaik cara melunasi
hutangnya.”(HR.Bukhari: 2305)
Kesimpulan
a.
Hukum kredit dengan tambahan harga diperselisihkan oleh para ulama, namun
yang rajin (kuat) menurut kami Wallahu a’lam adalah dibolehkan dengan
argumentasi yang telah disebutkan di atas. Namun, seorang muslim hendaknya
tidak bermudah-mudah melakukannya karena pada hakikatnya ia (pembeli secara
kredit) sedang berhutang.
b.
Adapun jikalau dalam jual beli kredit tersebut terdapat unsur riba dan
kezaliman maka hukumnya berubah menjadi haram, sebagaimana terjadi di berbagai
badan perkreditan di negeri ini.
c.
Jika telanjur melakukan jual beli kredit yang terdapat unsur riba atau
kezaliman maka hendaknya cepat-cepat ditutup dan dilunasi walaupun harus
berhutang. Jika tidak mungkin maka selesaikan cicilan tersebut, setelah itu
bertaubatlah kepada Allah dan perbanyaklah amal shalih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar