Sabtu, 21 Juli 2012

Fenomena Jual Beli Kredit


Fenomena Jual Beli Kredit

           Jual beli kredit datang menyeruak di antara berbagai sistem bisnis yang ada. Sistem ini diminati banyak kalangan. Terlebih kalangan menengah ke bawah, kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dibeli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
           Namun, melihat beberapa fenomena yang ada, jual beli kredit perlu ditilik kembali hukumnya, halal ataukah haram ? Karena, bagi seorang  muslim status “halal” merupakan suatu yang mutlak, tidak ada tawar-menawar lagi. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini, saya akan membahas ini lebih dalam. Semoga bermanfaat

Pengertian Jual Beli Kredit
           Kredit dalam bahasa Arab disebut dengan Taqsit yang artinya bagian, jatah, atau membagi-bagi. Adapun secara istilah artinya adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.

Hukum Jual Beli Kredit Dengan Tambahan Harga
           Masalah ini tergolong di antara sekian banyak masalah fiqih yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama mengharamkannya secara tegas, sedang sebagian lagi menghalalkannya. Masing-masing pemilik pendapat tersebut memiliki dalil dan argumentasi yang kuat. Akan tetapi, Wallahu a’lam bish shawab, yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang membolehkannya, dengan alasan sebagai berikut :
1.     Hukum asal jual beli adalah boleh, sampai datang dalil yang mengharamkannya.
2.     Diperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda, sebagaimana dalam surat Al-Baqarah (2) ; 282.
3.     Dibolehkan memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena pencicilan sebagaimana dalam jual beli salam (lihat HR.Bukhari : 2241 dan Muslim : 1604).
4.     Jual beli kredit dikiaskan (dianalogikan) perbolehannya dengan jual beli salam.
5.     Dalil maslahat. Syaikh Bin Baz di sela-sela jawaban beliau mengenai jual beli kredit berkata, “Karena seorang pedagang yang menjual barangnya secara berjangka pembayarannya setuju dengan cara tersebut sebab ia akan mendapatkan tambahan harga dengan penundaan tersebut. Sementara itu, pembeli senang karena pembayarannya diperlambat dan karena ia tidak mampu untuk membayar kontan, sehingga keduanya mendapatkan keuntungan.”(Ahkamul Bai’ hlm. 58, Syaikh Jarullah)
Catatan penting!!! Perbolehan tersebut adalah hukum umum dalam masalah kredit dengan tambahan harga. Adapun permasalahan kredit yang berkembang saat ini, maka perlu penelusuran lebih dalam tentang badan-badan tersebut. Sebagian besar bahkan rata-rata banyak mengandung unsur riba dan kezaliman semisal jika terlambat membayarnya akan dikenakan denda. Model kredit semacam ini, atau yang semisalnya, adalah haram karena mengandung unsur riba. Wallahu a’lam.
   
Hal Ihwal Jual Beli Kredit
1.     Jual beli kredit harus dengan barang dan harga yang jelas serta waktu pembayaran yang jelas (lihat HR.Bukhari: 224 dan Muslim:1604)
2.     Bila si pembeli tidak bisa melunasi?
Fenomena yang kita lihat pada praktik jual beli kredit yang ada di negeri kita, bila pembeli (secara kredit) yang tidak melunasi cicilannya maka barang yang sudah dibelinya diambil kembali oleh penjual tanpa ada ganti rugi kepada pihak pembeli atau waktu pembayarannya diperpanjang dari ketentuan (jatuh tempo) yang disepakati sebelumnya namun ditambah harga barang. Apakah kedua hukum ini diperbolehkan ataukah tidak?
Untuk yang pertama, yaitu mengambil kembali barang tersebut oleh penjual, maka ini adalah kezaliman. Yang bisa (dibolehkan syariat) dilakukan adalah menjual sebagian harta pembeli untuk melunasi hutangnya tersebut, sebagaimana hukum yang ada dalam masalah pegadaian.
Untuk masalah kedua, yaitu menunda waktu pembayaran namun ditambah harga. Ini juga tidak boleh karena inilah riba jahiliah. Yang bisa dilakukan adalah diadukan ke pengadilan atau mencegahnya untuk mengoperasikan hartanya.
3.     Untuk barang-barang ribawi, maka butuh syarat-syarat yang lebih spesifik untuk bisa diperjualbelikan secara kredit.

Adab Dalam Jual Beli Kredit
A.    Penjual tidak memanfaatkan kebutuhan masyarakat terhadap kredit dan jenisnya dengan melipatgandakan keuntungan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Jangan mengambil keuntungan dari pembeli yang lugu (yang tidak pintar tawar-menawar) lebih banyak dari pembeli lainnya, demikian juga orang yang kepepet yang hanya mendapatkan kebutuhannya pada diri penjual tersebut. Si penjual tidak boleh mengambil keuntungan lebih banyak daripada biasanya. Hendaknya dia mengambil harga standar yang bukan merupakan harga buatannya sendiri”
B.    Hendaknya penjual bisa memahami keadaan pengkredit (pembeli dengan sistem kredit). Terkadang si pengkredit membeli barang tersebut dengan terpaksa. Ia sangat membutuhkan barang tersebut padahal tidak memiliki uang tunai untuk membelinya secara kontan. Maka dalam kondisi ini penjual harus bisa memahaminya. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menangguhkan hutang kepada orang yang kesulitan membayarnya, atau membebaskan hutang tersebut, pasti akan diberikan naungan oleh Allah di bawah naungan-Nya kelak”(HR.Muslim:3014)
C.    Hendaknya pembeli tidak melakukan pembelian secara kredit kecuali bila terdesak atau sangat membutuhkannya. Karena hukum orang yang membeli secara kredit adalah hukum orang yang berhutang, yang seharusnya tidak bermudah-mudah melakukannya. Apabila ia harus melakukannya maka hendaklah ia bertekad untuk melunasinya karena Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membawa harta orang lain (berhutang) lalu dia bertekad untuk membayarnya maka Allah akan memudahkan pembayarannya, namun barangsiapa yang melakukannya untuk menghanguskannya (tidak membayarnya) maka Allah akan menghanguskannya “(HR.Bukhari: 2387) Beliau juga bersabda, “Siapa saja yang berhutang dengan niat tidak mau melunasinya, maka dia bertemu Allah sebagai pencuri”(Shahih Ibnu Majah: 2410)
D.    Mencatat kredit dan mendatangkan saksi, sebagaimana dalam surah Al Baqarah (2): 282
E.    Melunasi angsuran kredit dengan baik serta tidak mengulur-ulurnya. Rasulullah bersabda, “Orang yang terbaik adalah yang terbaik cara melunasi hutangnya.”(HR.Bukhari: 2305)

     Kesimpulan
a.     Hukum kredit dengan tambahan harga diperselisihkan oleh para ulama, namun yang rajin (kuat) menurut kami Wallahu a’lam adalah dibolehkan dengan argumentasi yang telah disebutkan di atas. Namun, seorang muslim hendaknya tidak bermudah-mudah melakukannya karena pada hakikatnya ia (pembeli secara kredit) sedang berhutang.
b.     Adapun jikalau dalam jual beli kredit tersebut terdapat unsur riba dan kezaliman maka hukumnya berubah menjadi haram, sebagaimana terjadi di berbagai badan perkreditan di negeri ini.
c.     Jika telanjur melakukan jual beli kredit yang terdapat unsur riba atau kezaliman maka hendaknya cepat-cepat ditutup dan dilunasi walaupun harus berhutang. Jika tidak mungkin maka selesaikan cicilan tersebut, setelah itu bertaubatlah kepada Allah dan perbanyaklah amal shalih.

Fenomena Jual Beli Kredit

           Jual beli kredit datang menyeruak di antara berbagai sistem bisnis yang ada. Sistem ini diminati banyak kalangan. Terlebih kalangan menengah ke bawah, kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dibeli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
           Namun, melihat beberapa fenomena yang ada, jual beli kredit perlu ditilik kembali hukumnya, halal ataukah haram ? Karena, bagi seorang  muslim status “halal” merupakan suatu yang mutlak, tidak ada tawar-menawar lagi. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini, saya akan membahas ini lebih dalam. Semoga bermanfaat

Pengertian Jual Beli Kredit
           Kredit dalam bahasa Arab disebut dengan Taqsit yang artinya bagian, jatah, atau membagi-bagi. Adapun secara istilah artinya adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.

Hukum Jual Beli Kredit Dengan Tambahan Harga
           Masalah ini tergolong di antara sekian banyak masalah fiqih yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama mengharamkannya secara tegas, sedang sebagian lagi menghalalkannya. Masing-masing pemilik pendapat tersebut memiliki dalil dan argumentasi yang kuat. Akan tetapi, Wallahu a’lam bish shawab, yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang membolehkannya, dengan alasan sebagai berikut :
1.     Hukum asal jual beli adalah boleh, sampai datang dalil yang mengharamkannya.
2.     Diperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda, sebagaimana dalam surat Al-Baqarah (2) ; 282.
3.     Dibolehkan memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena pencicilan sebagaimana dalam jual beli salam (lihat HR.Bukhari : 2241 dan Muslim : 1604).
4.     Jual beli kredit dikiaskan (dianalogikan) perbolehannya dengan jual beli salam.
5.     Dalil maslahat. Syaikh Bin Baz di sela-sela jawaban beliau mengenai jual beli kredit berkata, “Karena seorang pedagang yang menjual barangnya secara berjangka pembayarannya setuju dengan cara tersebut sebab ia akan mendapatkan tambahan harga dengan penundaan tersebut. Sementara itu, pembeli senang karena pembayarannya diperlambat dan karena ia tidak mampu untuk membayar kontan, sehingga keduanya mendapatkan keuntungan.”(Ahkamul Bai’ hlm. 58, Syaikh Jarullah)
Catatan penting!!! Perbolehan tersebut adalah hukum umum dalam masalah kredit dengan tambahan harga. Adapun permasalahan kredit yang berkembang saat ini, maka perlu penelusuran lebih dalam tentang badan-badan tersebut. Sebagian besar bahkan rata-rata banyak mengandung unsur riba dan kezaliman semisal jika terlambat membayarnya akan dikenakan denda. Model kredit semacam ini, atau yang semisalnya, adalah haram karena mengandung unsur riba. Wallahu a’lam.
   
Hal Ihwal Jual Beli Kredit
1.     Jual beli kredit harus dengan barang dan harga yang jelas serta waktu pembayaran yang jelas (lihat HR.Bukhari: 224 dan Muslim:1604)
2.     Bila si pembeli tidak bisa melunasi?
Fenomena yang kita lihat pada praktik jual beli kredit yang ada di negeri kita, bila pembeli (secara kredit) yang tidak melunasi cicilannya maka barang yang sudah dibelinya diambil kembali oleh penjual tanpa ada ganti rugi kepada pihak pembeli atau waktu pembayarannya diperpanjang dari ketentuan (jatuh tempo) yang disepakati sebelumnya namun ditambah harga barang. Apakah kedua hukum ini diperbolehkan ataukah tidak?
Untuk yang pertama, yaitu mengambil kembali barang tersebut oleh penjual, maka ini adalah kezaliman. Yang bisa (dibolehkan syariat) dilakukan adalah menjual sebagian harta pembeli untuk melunasi hutangnya tersebut, sebagaimana hukum yang ada dalam masalah pegadaian.
Untuk masalah kedua, yaitu menunda waktu pembayaran namun ditambah harga. Ini juga tidak boleh karena inilah riba jahiliah. Yang bisa dilakukan adalah diadukan ke pengadilan atau mencegahnya untuk mengoperasikan hartanya.
3.     Untuk barang-barang ribawi, maka butuh syarat-syarat yang lebih spesifik untuk bisa diperjualbelikan secara kredit.

Adab Dalam Jual Beli Kredit
A.    Penjual tidak memanfaatkan kebutuhan masyarakat terhadap kredit dan jenisnya dengan melipatgandakan keuntungan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Jangan mengambil keuntungan dari pembeli yang lugu (yang tidak pintar tawar-menawar) lebih banyak dari pembeli lainnya, demikian juga orang yang kepepet yang hanya mendapatkan kebutuhannya pada diri penjual tersebut. Si penjual tidak boleh mengambil keuntungan lebih banyak daripada biasanya. Hendaknya dia mengambil harga standar yang bukan merupakan harga buatannya sendiri”
B.    Hendaknya penjual bisa memahami keadaan pengkredit (pembeli dengan sistem kredit). Terkadang si pengkredit membeli barang tersebut dengan terpaksa. Ia sangat membutuhkan barang tersebut padahal tidak memiliki uang tunai untuk membelinya secara kontan. Maka dalam kondisi ini penjual harus bisa memahaminya. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menangguhkan hutang kepada orang yang kesulitan membayarnya, atau membebaskan hutang tersebut, pasti akan diberikan naungan oleh Allah di bawah naungan-Nya kelak”(HR.Muslim:3014)
C.    Hendaknya pembeli tidak melakukan pembelian secara kredit kecuali bila terdesak atau sangat membutuhkannya. Karena hukum orang yang membeli secara kredit adalah hukum orang yang berhutang, yang seharusnya tidak bermudah-mudah melakukannya. Apabila ia harus melakukannya maka hendaklah ia bertekad untuk melunasinya karena Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membawa harta orang lain (berhutang) lalu dia bertekad untuk membayarnya maka Allah akan memudahkan pembayarannya, namun barangsiapa yang melakukannya untuk menghanguskannya (tidak membayarnya) maka Allah akan menghanguskannya “(HR.Bukhari: 2387) Beliau juga bersabda, “Siapa saja yang berhutang dengan niat tidak mau melunasinya, maka dia bertemu Allah sebagai pencuri”(Shahih Ibnu Majah: 2410)
D.    Mencatat kredit dan mendatangkan saksi, sebagaimana dalam surah Al Baqarah (2): 282
E.    Melunasi angsuran kredit dengan baik serta tidak mengulur-ulurnya. Rasulullah bersabda, “Orang yang terbaik adalah yang terbaik cara melunasi hutangnya.”(HR.Bukhari: 2305)

     Kesimpulan
a.     Hukum kredit dengan tambahan harga diperselisihkan oleh para ulama, namun yang rajin (kuat) menurut kami Wallahu a’lam adalah dibolehkan dengan argumentasi yang telah disebutkan di atas. Namun, seorang muslim hendaknya tidak bermudah-mudah melakukannya karena pada hakikatnya ia (pembeli secara kredit) sedang berhutang.
b.     Adapun jikalau dalam jual beli kredit tersebut terdapat unsur riba dan kezaliman maka hukumnya berubah menjadi haram, sebagaimana terjadi di berbagai badan perkreditan di negeri ini.
c.     Jika telanjur melakukan jual beli kredit yang terdapat unsur riba atau kezaliman maka hendaknya cepat-cepat ditutup dan dilunasi walaupun harus berhutang. Jika tidak mungkin maka selesaikan cicilan tersebut, setelah itu bertaubatlah kepada Allah dan perbanyaklah amal shalih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar